Sunday, March 09, 2014

Brother and Sister Backpack to China : Shenzhen - Tianjin dengan Kereta Api

- Part 2 - 

Jum’at, 14 Februari 2014

Stasiun sudah sepi. Pertama yang kami lakukan adalah mencari tempat pembelian tiket. Kami berharap hari ini akan lebih mudah. Setelah bertanya kebeberapa orang dengan bahasa isyarat dan menunjukkan tulisan China ditulis oleh Sarai akhirnya kami temukan tempat pembelian tiket yang berada di lantai atas, karena sudah malam counter tiketnya tutup, besok kami tidak akan sulit mencarinya. 

Karena hari sudah larut malam kami akan beristirahat di stasiun, kami fikir tidak perlu memesan hotel karena besok pagi-pagi sekali kami sudah harus berangkat ke Tianjin. Saat berjalan tadi didalam stasiun kami melihat ada beberapa orang yang tertidur di salah satu sudut ruangan di stasiun. Kami pun akan mengambil posisi tidak jauh dari mereka untuk beristirahat. 

Kami merebahkan badan dengan beralaskan kain tipis, berbantalkan tas tanpa membuka sepatu yang kami kenakan, rasanya dingin sekali. Tapi cukup nyaman bisa merebahkan badan. Tidak lama setelah itu petugas datang dan berbicara, kami tidak tau maksudnya karena dia berbicara dalam bahasa China tapi mungkin kami yang tertidur disana disuruh pindah ke atas. Karena kami lihat orang-orang yang tidur disudut tadi bangun dan mengemasi barang-barang mereka. Kami pun melakukan hal yang sama ikut mengemasi barang-barang kami dan mengikuti mereka. Penggusuran pertama terjadi. Ternyata diatas sudah banyak orang kemungkinan kemalaman seperti kami dan menunggu kereta pagi.

Aku mencari tempat lagi untuk merebahkan badan bersama orang-orang yang ada di stasiun. Aku tidak bisa tidur terlalu banyak orang. Aku dan mas Didit memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi stasiun. Sambil melihat petugas kebersihan membersihkan stasiun di tengah malam. Tidak berapa lama kemudian kami juga harus pindah ke sisi lain stasiun karena petugas kebersihan akan membersihkan tempat ini. Penggusran tahap dua pun terjadi. Berbondong-bondong kami penghuni stasiun berpindah ke sisi yang disarankan petugas. Aku langsung membuat lapak di salah satu sudut ruangan, begitu juga dengan yang lain. Aku merebahkan badanku dan mas Didit juga, suhu udara semakin dingin rasanya. Aku tambahkan kaus kaki menjadi lapis 2. Mas Didit sebentar saja merebahkan badan sepertinya dia tidak bisa tidur dibiarkannya aku tertidur walaupun bukan tidur nyenyak. Sementara Mas Didit masih jalan-jalan mengintari stasiun
Lapak ku dan Mas Didit di Shenzhen North Stasiun
Menunggu pagi dengan berbagai posisi duduk, rebahan, berdiri, jalan-jalan intinya adalah bagaimana menghalau dingin malam itu. Saat aku dan mas Didit sedang mencoba memejamkan mata kami dikagetkan dengan suara seseorang yang teriak – teriak, tentu saja bahasan nya tidak aku pahami, suara tersebut berasal dari arah pos penjagaan petugas. Seketika aku melihat seseorang dengan berpakain petugas mengamuk sambil berteriak-teriak kemudian terjatuh. Suasana stasiun jadi gaduh, orang-orang yang sudah tidur terbangun dan menuju kearah petugas secara berbondong-bondong dan si petugas akhirnya menjadi pusat perhatian. Mas didit yang berinisiatif menuju keramaian itu dan ternyata si petugas sedang terkena ayan atau epilepsy.

Suasana stasiun masih gaduh, aku hanya memperhatikan dari sudut tempat kami membuka lapak, mas didit tidak mengizinkan aku mendekat. Tidak lama kemudian datang paramedic yang menangani petugas tersebut. Setelah selesai mengani petugas tersebut paramedic pun berlalu, tidak lama kemudian petugas yang terkena epilepsy dibawa oleh salah satu rekannya meninggalkan stasiun
 
Masih ada beberapa yang membicangkan kejadian tadi, walaupun tidak tau apa yang mereka omongkan mungkin kira-kira mereka masih heboh lah dengan kejadian tadi. Aku dan Mas Didit sudah tidak bisa tidur lagi. Berbagai gaya pun kami lakukan lagi, rebahan, duduk, berdiri, jalan-jalan untuk menunggu pagi. Selama di stasiun kami memanfaatkan air panas gratis yang disediakan disana, lumayan untuk menghangatkan badan.

Tepat pukul 5 pagi seluruh lampu di stasiun dinyalakan kami pun menutup lapak kami. Sudah mulai banyak orang. Sepertinya ada kereta api yang baru tiba karena banyak sekali orang berbondong-bondong dengan membawa koper, goni, tas besar dan lain-lain berlalu di depan kami. Kami kembali ke atas tempat penjualan tiket yang ditunjukkan oleh petugas tadi malam. Ternyata masih tutup dan terlihat oleh kami counter akan buka pada pukul 7 berarti kami harus menunggu kurang lebih 2 jam lagi.
Kembali kami berjalan, diatas adalah ruangan terbuka sehingga sangat dingin berada disana pagi-pagi begini.

Mas Didit menyarankan agar aku menunggu saja dibawah dan dia yang akan mengecek apakah counter sudah bukan atau belum. Karena udara dingin akan buat aku beku seketika. Selama menunggu aku memperhatikan keadaan orang-orang di stasiun, semua orang menggunakan baju tebal, yang perempuan memakai sepatu boat, membawa koper ada yang membawa goni, tas besar, bahkan ada yang membawa hasil ladang seperti sayur-sayuran. Kalau aku menyimpulkan gaya mereka keren, stylist seperti di film – film drama mandarin yang pernah aku tonton.

Akhirnya tiket counter buka pukul 07.00 pagi. Lagi – lagi dengan mengandalkan tulisan China si cantik Sarai kami menunjukkan kepada salah satu pembeli tiket di antrian. Seorang bapak berusia setengah baya menginformasikan kepada kami dengan bahasa isyarat sambil menuju pintu keluar bahwa pembelian tiket untuk keberangkatan kami tidak di counter ini tapi dibawah. Aku dan mas Didit berlari – lari menuju counter yang dibawah, sesampainya di bawah kami bertanya dengan menunjukkan tulisan tadi kepada calon penumpang yang sedang ikut antrian tiket dan dia bilang dengan bahasa inggris yang terbata-bata bahwa bukan disini beli tiketnya tapi dilantai atas. Waduhhh apa yang salah ini, aku mencoba jelaskan bahwa dari atas menyarankan turun ke bawah tapi dia juga bersikeras tidak dibawah. Aku dan mas Didit berlari-lari lagi ke penjualan tiket yang ada di lantai atas, kali ini aku tidak bertanya kepada penumpang tapi kepada petugas tiket. Aku menunjukkan tulisan itu kepda petugas tiket eh malah si petugas balik menulis dengan tulisan China dan menunjukkan ke arah ku. Tentu saja aku dan mas Didit ga tau apa tulisan itu. Berkali-kali aku katakan kepada petugas "English Please" tapi dia malah menjawab dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Akhirnya salah seorang calon penumpang yang mengantri memberikan penjelasan dengan bahasa Inggris yang lumayan aku mengerti kalau pembelian tiket berada di bawah bukan disini. Aku juga menjelaskan sudah bertanya ke bawah. Dia bilang lagi tidak disini.

Gawatttt… sekali sudah setengah 8 dan kami belum mendapatkan tiket untuk ke Tianjin. Aku dan Mas Didit berlari lagi kebawah, masuk ke salah satu ruangan dan bertanya kepada petugas di dalam ruangan, si petugas malah menggeleng. Ya ampunn susahnya. Nafas ku sudah ngos – ngosan berlari – lari di udara dingin terkadang sempat membuat dada ku sakit. Untuk kedua kalinya aku sampai di Check in counter di lantai bawah dan aku nekat menerobos antrian orang- orang langsung menuju petugas sambil menujukkan tulisan sakti kami. Alhamdulillah di tengah nafas yang sudah ngos-ngosan akhirnya memang disini lah pembelian tiketnya. 2 tiket ke Tianjin nomor kereta K 1260 pukul 18.18 untuk hard seat. Ternyata Cuma ada 1 seat. Brarti 1 orang dari kami tidak akan mendapat tempat duduk. Ya Sudah lah bungkusss yang penting berangkat dulu. Harga tiketnya adalah ¥ 254 untuk 1 orang hard seat. 1 tiket yang no seat juga bayarnya sama.

Kecapean anak muda nya...
Lega rasanya sudah masuk ke ruang tunggu… kurang lebih 25 menit kami menunggu sebelum boarding masuk ke kereta api. Antrian yang mengular dan kami harus menscan tiket kami di pintu boarding. Ini pertama kali kami menggunakan kereta api di China, di dalam tiket semua tulisan China Aku dan Mas Didit ga ngerti bacanya. Kami salah gerbong dan harus balik lagi ke gerbong yang tertera di dalam tiket. Ah baru ngerti mana gerbong mana nomor tempat duduk. Setelah menemukan tempat kami aku duduk kebetulan saat itu kereta api masih kosong jadi aku dan mas Didit bisa duduk berdampingan walaupun mas Didit tidak punya nomor kursi.

Kereta api perlahan-lahan bergerak, seorang kepala gerbong berbicara kepada kami, sambil teriak-teriak yang aku tidak menegrti dia bicara apa. Suaranya keras mimik muka juga aku tidak mengerti maksudnya apa. Aku dan mas Didit berkali-kali bilang English please tapi dia terus mengoceh dengan bahasa yang aku sama sekali tidak mengerti. Mungkin saking bingung nya dia menjelaskan dan begitu juga kami saking ga ngerti apa yang dia omongkan dia menunjuk tas kami dan menunjuk gerbong sebelah. Aku fikir karena mas Didit tidak ada seat nya dia harus pindah. Saat Mas Didit bergerak dan aku menunjuk diriku sendiri seakan menyakinkan kepada petugas itu apakah aku harus pindah juga ? Dia menggangguk jadi lah kami pindah ke gerbong sebelah.

Penumpang di kereta tidak terlalu banyak. Jadi mas Didit bisa duduk di depanku dengan nyaman. Menikmati suasana kereta sambil memperhatikan masyarakat China. Sepertinya bebicara dengan suara keras adalah budaya mereka. Awalnya aku fikir mereka bertengkar ternyata tidak itu lah gaya mereka berbicara. Walaupun aku berdarah batak tapi ngeliat orang berbicara keras tetap saja membuat aku terkaget- kaget.

Didalam kereta api kami bertemu dengan orang China yang bisa berbahasa Indonesia, dia yang pertama menegur kami dengan melihat Mie Instant Cup merek ABC yang kami letakkan di atas meja kami. Dia langsung mengenalinya. Senangnya bisa berbahasa Indonesia disini, ternyata dia bekerja di Pabrik mainan di Tangerang dan sudah 5 tahun tinggal di Indonesia. Kali ini kembali ke China dalam rangka cuti. Bahasa Indonesia sangat lancar. Tetapi ternyata sore hari dia harus turun karena sudah sampai ke tempat tujuannya. Sementara kami harus menggenapi perjalanan kami selama 30 jam.


2 comments:

Unknown said...

abank nya Yuan temen ku main Airsoft juga, ^_^ salam ya Yuan buat om Taufiq

Ridha Yuanita Sutomo said...

Yahhhh Mas Diditnya di Bengkulu om ga Di Medan, saya di Medan