- Part 2 -
Jum’at, 14
Februari 2014
Stasiun
sudah sepi. Pertama yang kami lakukan adalah mencari tempat pembelian tiket. Kami berharap hari ini akan lebih mudah. Setelah bertanya kebeberapa orang dengan bahasa isyarat dan menunjukkan tulisan
China ditulis oleh Sarai akhirnya kami temukan tempat pembelian tiket yang berada di
lantai atas, karena sudah malam counter tiketnya tutup, besok kami tidak akan sulit mencarinya.
Karena hari sudah larut malam kami akan beristirahat di stasiun, kami fikir tidak perlu memesan hotel karena
besok pagi-pagi sekali kami sudah harus berangkat ke Tianjin. Saat berjalan
tadi didalam stasiun kami melihat ada beberapa orang yang tertidur di salah
satu sudut ruangan di stasiun. Kami pun akan mengambil posisi tidak jauh dari
mereka untuk beristirahat.
Kami
merebahkan badan dengan beralaskan kain tipis, berbantalkan tas tanpa membuka
sepatu yang kami kenakan, rasanya dingin sekali. Tapi cukup nyaman bisa
merebahkan badan. Tidak lama setelah itu petugas datang dan berbicara, kami
tidak tau maksudnya karena dia berbicara dalam bahasa China tapi mungkin kami
yang tertidur disana disuruh pindah ke atas. Karena kami lihat orang-orang yang
tidur disudut tadi bangun dan mengemasi barang-barang mereka. Kami pun
melakukan hal yang sama ikut mengemasi barang-barang kami dan mengikuti mereka. Penggusuran pertama terjadi. Ternyata diatas sudah banyak orang kemungkinan kemalaman seperti kami dan
menunggu kereta pagi.
Aku mencari
tempat lagi untuk merebahkan badan bersama orang-orang yang ada di stasiun. Aku
tidak bisa tidur terlalu banyak orang. Aku dan mas Didit memutuskan untuk
berjalan-jalan mengelilingi stasiun. Sambil melihat petugas kebersihan
membersihkan stasiun di tengah malam. Tidak berapa lama kemudian kami juga
harus pindah ke sisi lain stasiun karena petugas kebersihan akan membersihkan
tempat ini. Penggusran tahap dua pun terjadi. Berbondong-bondong kami penghuni stasiun berpindah ke sisi yang
disarankan petugas. Aku langsung membuat lapak di salah satu sudut ruangan,
begitu juga dengan yang lain. Aku merebahkan badanku dan mas Didit juga, suhu
udara semakin dingin rasanya. Aku tambahkan kaus kaki menjadi lapis 2. Mas
Didit sebentar saja merebahkan badan sepertinya dia tidak bisa tidur
dibiarkannya aku tertidur walaupun bukan tidur nyenyak. Sementara Mas Didit masih jalan-jalan mengintari stasiun
Lapak ku dan Mas Didit di Shenzhen North Stasiun |
Menunggu
pagi dengan berbagai posisi duduk, rebahan, berdiri, jalan-jalan intinya adalah
bagaimana menghalau dingin malam itu. Saat aku dan mas Didit sedang mencoba
memejamkan mata kami dikagetkan dengan suara seseorang yang teriak – teriak, tentu saja bahasan nya tidak aku pahami, suara tersebut berasal dari arah pos penjagaan petugas. Seketika aku
melihat seseorang dengan berpakain petugas mengamuk sambil berteriak-teriak
kemudian terjatuh. Suasana stasiun jadi gaduh, orang-orang yang sudah tidur
terbangun dan menuju kearah petugas secara berbondong-bondong dan si petugas
akhirnya menjadi pusat perhatian. Mas didit yang berinisiatif menuju keramaian
itu dan ternyata si petugas sedang terkena ayan atau epilepsy.
Suasana
stasiun masih gaduh, aku hanya memperhatikan dari sudut tempat kami membuka
lapak, mas didit tidak mengizinkan aku mendekat. Tidak lama kemudian datang
paramedic yang menangani petugas tersebut. Setelah selesai mengani petugas
tersebut paramedic pun berlalu, tidak lama kemudian petugas yang terkena
epilepsy dibawa oleh salah satu rekannya meninggalkan stasiun
Masih ada
beberapa yang membicangkan kejadian tadi, walaupun tidak tau apa yang mereka
omongkan mungkin kira-kira mereka masih heboh lah dengan kejadian tadi. Aku dan Mas
Didit sudah tidak bisa tidur lagi. Berbagai gaya pun kami lakukan lagi,
rebahan, duduk, berdiri, jalan-jalan untuk menunggu pagi. Selama di stasiun
kami memanfaatkan air panas gratis yang disediakan disana, lumayan untuk
menghangatkan badan.
Tepat pukul
5 pagi seluruh lampu di stasiun dinyalakan kami pun menutup lapak kami. Sudah
mulai banyak orang. Sepertinya ada kereta api yang baru tiba karena banyak
sekali orang berbondong-bondong dengan membawa koper, goni, tas besar dan
lain-lain berlalu di depan kami. Kami kembali ke atas tempat penjualan tiket
yang ditunjukkan oleh petugas tadi malam. Ternyata masih tutup dan terlihat
oleh kami counter akan buka pada pukul 7 berarti kami harus menunggu kurang
lebih 2 jam lagi.
Kembali kami
berjalan, diatas adalah ruangan terbuka sehingga sangat dingin berada disana
pagi-pagi begini.
Mas Didit
menyarankan agar aku menunggu saja dibawah dan dia yang akan mengecek apakah
counter sudah bukan atau belum. Karena udara dingin akan buat aku beku
seketika. Selama menunggu aku memperhatikan keadaan orang-orang di stasiun,
semua orang menggunakan baju tebal, yang perempuan memakai sepatu boat, membawa
koper ada yang membawa goni, tas besar, bahkan ada yang membawa hasil ladang
seperti sayur-sayuran. Kalau aku menyimpulkan gaya mereka keren, stylist
seperti di film – film drama mandarin yang pernah aku tonton.
Akhirnya
tiket counter buka pukul 07.00 pagi. Lagi – lagi dengan mengandalkan tulisan
China si cantik Sarai kami menunjukkan kepada salah satu pembeli tiket di
antrian. Seorang bapak berusia setengah baya menginformasikan kepada kami dengan
bahasa isyarat sambil menuju pintu keluar bahwa pembelian tiket untuk
keberangkatan kami tidak di counter ini tapi dibawah. Aku dan mas Didit berlari
– lari menuju counter yang dibawah, sesampainya di bawah kami bertanya dengan
menunjukkan tulisan tadi kepada calon penumpang yang sedang ikut antrian tiket
dan dia bilang dengan bahasa inggris yang terbata-bata bahwa bukan disini beli
tiketnya tapi dilantai atas. Waduhhh apa yang salah ini, aku mencoba jelaskan
bahwa dari atas menyarankan turun ke bawah tapi dia juga bersikeras tidak
dibawah. Aku dan mas Didit berlari-lari lagi ke penjualan tiket yang ada di
lantai atas, kali ini aku tidak bertanya kepada penumpang tapi kepada petugas
tiket. Aku menunjukkan tulisan itu kepda petugas tiket eh malah si petugas
balik menulis dengan tulisan China dan menunjukkan ke arah ku. Tentu saja aku
dan mas Didit ga tau apa tulisan itu. Berkali-kali aku katakan kepada petugas "English Please" tapi dia malah menjawab dengan bahasa yang tidak aku mengerti.
Akhirnya salah seorang calon penumpang yang mengantri memberikan penjelasan
dengan bahasa Inggris yang lumayan aku mengerti kalau pembelian tiket berada di
bawah bukan disini. Aku juga menjelaskan sudah bertanya ke bawah. Dia bilang
lagi tidak disini.
Gawatttt…
sekali sudah setengah 8 dan kami belum mendapatkan tiket untuk ke Tianjin. Aku
dan Mas Didit berlari lagi kebawah, masuk ke salah satu ruangan dan bertanya kepada
petugas di dalam ruangan, si petugas malah menggeleng. Ya ampunn susahnya.
Nafas ku sudah ngos – ngosan berlari – lari di udara dingin terkadang sempat
membuat dada ku sakit. Untuk kedua kalinya aku sampai di Check in counter di
lantai bawah dan aku nekat menerobos antrian orang- orang langsung menuju petugas
sambil menujukkan tulisan sakti kami. Alhamdulillah di tengah nafas yang sudah
ngos-ngosan akhirnya memang disini lah pembelian tiketnya. 2 tiket ke Tianjin
nomor kereta K 1260 pukul 18.18 untuk hard seat. Ternyata Cuma ada 1 seat.
Brarti 1 orang dari kami tidak akan mendapat tempat duduk. Ya Sudah lah
bungkusss yang penting berangkat dulu. Harga tiketnya adalah ¥ 254 untuk 1
orang hard seat. 1 tiket yang no seat juga bayarnya sama.
Kecapean anak muda nya... |
Lega rasanya
sudah masuk ke ruang tunggu… kurang lebih 25 menit kami menunggu sebelum
boarding masuk ke kereta api. Antrian yang mengular dan kami harus menscan
tiket kami di pintu boarding. Ini pertama kali kami menggunakan kereta api di
China, di dalam tiket semua tulisan China Aku dan
Mas Didit ga ngerti bacanya. Kami salah gerbong dan harus balik lagi ke gerbong
yang tertera di dalam tiket. Ah baru ngerti mana gerbong mana nomor tempat
duduk. Setelah menemukan tempat kami aku duduk kebetulan saat itu kereta api
masih kosong jadi aku dan mas Didit bisa duduk berdampingan walaupun mas Didit
tidak punya nomor kursi.
Kereta api
perlahan-lahan bergerak, seorang kepala gerbong berbicara kepada kami, sambil
teriak-teriak yang aku tidak menegrti dia bicara apa. Suaranya keras mimik muka
juga aku tidak mengerti maksudnya apa. Aku dan mas Didit berkali-kali bilang
English please tapi dia terus mengoceh dengan bahasa yang aku sama sekali tidak
mengerti. Mungkin saking bingung nya dia menjelaskan dan begitu juga kami
saking ga ngerti apa yang dia omongkan dia menunjuk tas kami dan menunjuk
gerbong sebelah. Aku fikir karena mas Didit tidak ada seat nya dia harus
pindah. Saat Mas Didit bergerak dan aku menunjuk diriku sendiri seakan
menyakinkan kepada petugas itu apakah aku harus pindah juga ? Dia menggangguk
jadi lah kami pindah ke gerbong sebelah.
Penumpang di
kereta tidak terlalu banyak. Jadi mas Didit bisa duduk di depanku dengan
nyaman. Menikmati suasana kereta sambil memperhatikan masyarakat China. Sepertinya
bebicara dengan suara keras adalah budaya mereka. Awalnya aku fikir mereka
bertengkar ternyata tidak itu lah gaya mereka berbicara. Walaupun aku berdarah
batak tapi ngeliat orang berbicara keras tetap saja membuat aku terkaget-
kaget.
Didalam kereta
api kami bertemu dengan orang China yang bisa berbahasa Indonesia, dia yang
pertama menegur kami dengan melihat Mie Instant Cup merek ABC yang kami
letakkan di atas meja kami. Dia langsung mengenalinya. Senangnya bisa berbahasa
Indonesia disini, ternyata dia bekerja di Pabrik mainan di Tangerang dan sudah
5 tahun tinggal di Indonesia. Kali ini kembali ke China dalam rangka cuti.
Bahasa Indonesia sangat lancar. Tetapi ternyata sore hari dia harus turun
karena sudah sampai ke tempat tujuannya. Sementara kami harus menggenapi
perjalanan kami selama 30 jam.
2 comments:
abank nya Yuan temen ku main Airsoft juga, ^_^ salam ya Yuan buat om Taufiq
Yahhhh Mas Diditnya di Bengkulu om ga Di Medan, saya di Medan
Post a Comment