- Part 5 -
Senin, 17
Februari 2014
Great Wall
atau Cang Ceng
Ini saat
yang di tunggu-tunggu go to the Great Wall. Pagi itu kami berangkat pagi – pagi
sekali sekitar pukul 7 lebih bergerak dari hotel dan langsung check out, ga
lupa kami mengambil deposit kami ¥ 60 yang berikan saat check in. Sebelumnya
kami mecari restoran warga Shinjiang , pesannay 3 burger, 1 mie, dan 1 nasi,
cukup untuk bekal kami makan di kereta. Karena kami berada di Negara orang
harus mengikuti peraturan menyebrang ditempat yang disediakan dan menyetob bus
di tempat yang disediakan juga, karena kalau sembarangan bus nya ga mau
berenti. Kami harus kembali ke tempat
yang sudah kami lewati tadi karena pemberhentian bus cuma ada di situ yang
paling dekat. lumayan jauh jalannya pagi-pagi begini itung – itung olah raga
Dipemberhetian
bus kami mencari arah yang menuju Beijing North Railway stasiun, lupa bus nya
nomor berapa tapi silahkan liat di papan-papan halte yang menunjukkan tujuan –
tujuan dan nomor bus nya. Sampai Beijing North Railway Stasiun, nah dari situ
cari aja penjualan tiket di lantai 1 untuk ke Badailing kode nya ‘S’ harga
tiket Cuma nya ¥ 6. Kami akan berangkat
pukul 09.00, kereta menuju Badailing tidak memiliki nomor seat jadi siapa cepat
dia dapat. Sepertinya kami penumpang yang masuk ke gerbong terlebih dahulu aku,
mas didit dan dani mengambil posisi duduk di bagian depan. Kereta api nya
sangat nyaman, bersih dan lapang.
Perjalanan
ke Baidaling kurang lebih 1 jam, selama 1 jam itu kami menikmati sarapan pagi
kami dengan burger, sepotong burger di China walaupun ukurannya kecil dan
isinya hanya telur mata sapi cukup membuat ku kenyang, sepertinya bahan rotinya
memang mengenyangkan ku. Mie yang telah aku beli aku tunda dulu makannya karena
aku sudah kekenyangan. Sebelum kereta berhenti aku sudah dapat melihat jejeran
tembok besar China yang luar biasa. Ga sabar pengen nginjekin kaki disana,
sebagai salah 1 keajaiban dunia yang di lindungi UNESCO
Sampai juga,
masih belum gerbang temboknya ternyata, kami harus berjalan mengikuti penumpang
yang lain menuju Gerbang Great wall. Lagi – lagi jalan kaki, kali ini kaki ku
benar-beanr sudah lecet. Daging diatas tumit ku sudah berdarah. Ga kuaaatttt.
Aku butuh sepatu baru yang nyaman dan melindungi. Setelah membeli tiket ¥ 45
untuk umum dan ¥ 25 untuk Mahasiswa memasuki gerbang Great Wall tapi sebelum
masuk aku berhenti di salah satu toko yang aku liat menjual sepatu, aku harus
beli sepatu, aku pilih sepadang sepatu boat harganya ¥ 80. Taraaaaa….. sepatu
boat baru sudah berada di kaki ku. Mudah-mudahan sepatu boat ini nyaman untuk
berjalan
Sepertinya
musim dingin di sini benar-benar meguji ku. Aku harus tetap bergerak agar udara
dingin tidak menggangguku. Setelah memasuki gerbang great wall. Mas Didit yang
paling semangat dengan ransel di pundak dia terus mendahului kami sampai di
puncak teratas, sementara aku ngos – ngosan ga sanggup menegejar mas Didit.
Sangkin capek nya tenggorokan ku kering dan sepertinya tidak ada yang bisa aku
telan termasuk ludah ku sendiri. Udara dingin sepertinya berperan sangat besar
dengan kelelahan ku saat ini. Aku melihat Mas Didit sudah sampai di tembok
paling puncak sementara aku masih setengahnya berjalan kesana. Dari tangga ke
tangga yang semakin menaik ke atas benar-benar menguji mental ku. Tentunya aku
ga mau kalah, aku ga mau bertahan di bawah sini. Aku juga harus naik. Dengan
pelan tapi pasti aku pacu semangatku dan akhirnya berada di sebelah Mas Didit
menyaksikan dari atas keagungan tembok besar China. Luar biasa. Ya Allah terima kasih atas anugrah dan
kesempatan yang telah engkau berikan kepada ku saat ini.
Setelah sampai
puncak aku melihat ke bawah ke arah jalan yang aku lewati tadi dan aku harus
melewatinya lagi kali ini posisi nya jalan turun. Jauh sekali… aku membulatkan
tekatku jangan fikirin capek dulu sekarang yang penting nikmati apa yang
dirasakan sekarang. Setelah cukup puas memandang tembok besar Cina dan
pemandangan sekitarnya dari atas, Mas Didit dan Dani menuruni Great wall. Lagi
– lagi Mas Didit yang duluan turun, aku minta dia sabar menunggu karena aku
benar-benar kelelahan saat itu
Cukup
menikmati Great Wall kami memutuskan untuk balik ke Beijing, karena kami masih
punya waktu untuk menikmati Forbidden City atau Tian Anmen
Forbidden
City / Tian Anmen
Dari Beijing
North Railway stasiun kami ke Forbidden City kami naik MRT
line 4 menuju GongYixiqiao benrenti di Xidan tukar line 1 menuju Tuqiao hanya 1 aja kali berenti di
Tian Anmen. Arah keluar di Forbidden City dan ikuti jalan sampai pintu masuk
TianAnmen. Silahkan diliat arah pintu Exit nya sudah sangat jelas disana.
Keluar stasiun terus aja jalan, sebelah disebelah kiri aka nada pintu masuk,
sebelum masuk beli tiket dulu ¥ 3 per orang ga. Kalau mau masuk ke Forbidden
City nya harus bayar lagi ¥ 60 lagi. Ga sempat masuk kesana Karena udah sore,
pintu masuknya udah tutup. Batal ngeliat peninggalan kerajaan Ming dan Qing.
Kekecewaan
ku di terbalas dengan indahnya taman taman di Tian Anmen ini, dari taman ini
aku sudah bisa membayangkan bagaimana suasana di dalam (cieee menghibur diri
karena udah tutup tiket counternya tuk masuk ke TianAnmen). Ada banyak pohon
yang berumur ratusan tahun disini dan sangat terawatt, ada sungai yang sedang
membeku, kursi taman untuk beristirahat untuk, menikmati Suasana taman, ada
beberapa jonglo juga disana. Jangan lupa untuk berfoto di Patung Bapak Negara
China Sun Yat Sen disana ya. Walaupun dingin menusuk sekali tapi aku suka
dengan suasana taman disini, bisa dibayangin kalau aku datang pada saat musin semi
pasti hijau ini semakin menghijau. Saat ini banyak pohon-pohon yang tanpa daun
karena musin dingin
Lapangan
Tian Anmen
Nah cukup
beristirahat dan menikmati Susana taman yang terawat waktu nya untuk berpindah
ke tempat lain, tapi Aku, Mas Didit dan Dani terpancing oleh keramaian di
seberang sana. Di seberang Forbidden City terdapat sebuah lapangan yang luas
dan besar dengan tiang-tiang dan iklan video billboard yang berwarna warni
sangat menarik untuk dilihat, tapi bagaimana caranya bisa kesana ya ???
Tidak boleh
menyebrang sembarangan karena disana tidak ada jembatan penyembrangan maupun
Zebra Cross jika kami akan menyebrang harus melalui tangga bawah tanah ke arah
stasiun MRT Tian Anmen. Ada tangga bawah tanah yang menghubungkan sisi
Forbidden City dengan Lapangan di seberang sana. Lumayanlah jalannya, apalagi
buat aku yang dari pagi sampai sore sudah jalan kira-kira 10 km cukup jauh.
Kaki ku serasa pegel-pegal semua. Tapi mumpung di Beijing harus bisa menikmati
suasana yang ada, masalah capek dan pegal lupain dulu
Berjalan melewati
tangga bawah tanah kami sampai juga ke seberang. Kedatangan kami langsung
disambut oleh penyedia jasa foto 5 menit jadi. Awalnya aku tidak peduli, dengan
kamera yang aku bawa aku foto-foto juga, ehh ternyata Dani berminat berfoto.
Buat kenang-kenangan ¥ 10 untuk 1 lembar foto langsung jadi, tentu saja kita
boleh berfoto berkali-kali sampai hasil foto memuaskan tetapi tetap saja 1
lembar ¥ 10.
Dari
lapangan ini kita bisa melihat diseberang sana Forbidden City dan terpampang
dengan jelas Foto Bapak Negara Chian Sun Yat Sen. Lagi membayangkan kalau bawa
layangan disini…. Hehehehhe. Lapangan ini makin sore malah makin rame, aku
heran ada banyak orang yang mengelilingi tiang bendera ada apa ya ? Mau ga mau
aku, Mas Didit dan Dani tertarik juga untuk bergabung dengan mereka.
Orang-orang mengelilingi tiang bendera dimana ada beberapa orang berseragam aku
rasa tentara yang berdiri dengan posisi siap disana, diam dan tidak bergerak.
Kami bertiga bertanya-tanya ada apa ya kenapa ramai-ramai begini. Awalnya aku
menebak mereka mau latihan fire rescue tapi mana mungkin di lapangan besar
begini ada kebakaran. Terus bertanya-tanya tapi penasaran, mau melanjutkan
perjalanan, nangung dan penasaran ada apa rame-rame begini, Kalau diem aja Cuma
liat-liat waktu terus berjalan sementara sudah mulai gelap. Ya sudah lahh
menuntaskan penasaran dengan apa yang akan terjadi kita bertiga ikutan nonton
dan ikut dalam kerumunan aja
Sudah hampir
1 jam kami menunggu tapi, kami masih ga tau apa yang akan terjadi sampai kami
menebak sepertinya ini adalah upacara untuk penurunan Bendera China. Tepat
pukul 06.00 waktu Beijing hanya dengan waktu 5 menit saja rasa penasaran kami
terjawab. Menunggu hampir 1 jam dan
berdiri di tengah dinginnya cuaca benar saja upacara penurunan bendera China
dan berlangsung cuma 5 menit. Titik.
Begitu kami
tau dan sudah selesai, kami langsung bubar dan menuju MRT tentunya melalui
tangga bawah tanah. Tujuan berikutnya adalah ke Beijing Railways station. Dari
TianAnmen ke Beijing Railway Station line 1 ke arah Tuqiao berenti di Jiang
guomen dan pindah ke line 2 ke arah Beijing Railway station. Akhirnya kami
sampai di Beijing Raiways statsiun aku buru-buru ke counter tiket karena di
perjalanan kami sepakat untuk menukar hard seat menjadi hard sleep. Aku balik
lagi ke counter dan mencari counter yang melayani dalam Bahasa Inggris. Hanya
ada 1 hard sleep seharga ¥434,50. Kami sepakat untuk menukar walaupun Cuma 1
yang tersisa. Otak ku masih berfikir keras bagaimana caranya agar kami 1
gerbong karena hard seat dan hard sleep berbeda gerbong. Aku akan pura-pura
sakit saja.
Waktunya
berpisah dengan tour guide kami, mahasiswa Indonesia yang telah setia menamani
kami selama 2 hari keliling Beijing dan Tianjin dan beradu keras denga orang-orang
China. Terima kasih Dani. Next trip jadi member backpacker sister n brother
yaa… Sampai jumpa di Indonesia tanah air
tercinta dan Kota kita paling keren sedunia yaitu Kota Medan tercinta.
Setelah
salam-salaman dengan Dani kami pun masuk keruang tunggu. Jangan buru-buru
nyimpen passport dulu yaa, karena sebelum masuk pertugas akan memeriksa tiket
dan identitas kita, trus sebelum masuk keruang tunggu akan ada X-Tray yang
meriksa barang-barang kita kayak mau boarding ke pesawat gitu dehhh.
Suasana ruang
tunggu sangat padat, terlintas lagi dalam fikiranku kalau aku dan Mas Didit di
gerbong yang berbeda, bagaiman bisa bersama ya ? kalau ngeliat situasi
penumpang sebanyak ini Mas Didit bakal ga duduk selama 20 jam, ya Ampuun seram
membayangkan gimana lelahnya Mas Didit. Waktu boarding sudah tiba. Aku segera
menukar tiket ku dengan tiket Mas Didit, aku bakal acting kalau aku sedang
sakit dan aku butuh ditemani sama Mas ku di dalam 1 gerbong. Itu rencana ku.
Lepas dari
pintu boarding aku langsung menuju gerbong 10 dan mulai berakting. Aku mulai
berbicara dengan petugas yang menjaga pintu gerbong tentunya bahasa inggris dan
kemampuan bahasa tubuh agar dia mengeri, aku buat muka ku sememelas mungkin.
Dan aku bilang kalau aku sedang sakit, aku berada di hard seat boleh kan aku
masuk bersama Mas ku di hard sleep. Sepertinya dia mengerti apa yang aku
bicarakan Walaupun dia tidak menjawab
dengan bahasa China tapi dengan tegas dia bilang tidak bisa.
Aku coba
lagi tidak mau menyerah begitu saja. Ehhh dia malah mengambil tiket ku
diberikan ke Mas Didit dan mengambiil tiket mas Didit dan diberikan kepadaku.
Yahhhh solusi tepat tapi sangat ga enak di terima. Muka memelas ku ga laku.
Harus berada di tempat masing-masing. Mas Didit menyerahkan ranselnya kepada
ku. Kami membagi makanan kami menjadi dua. Padahal sudah membayangkan dengan
makanan yang banyak ini aku bakal menikmati berdua di perjalanan menuju
Shenzhen. “ Ya udah gapapa, paling Mas juga nanti duduk hati-hati disana sampe
ketemu besok sore ya dek“ Hiksss aku langsung sedih aku pandangi Mas Didit
menuju gerbong3 dan aku pun segera masuk ke gerbong 10.
Sebenarnya
aku sangat sedih pisah dari Mas Didit, masih terbayang oleh ku Mas Didit akan
berdiri selama 20 jam perjalanan. Duhh pasti Mas Didit capek sekali. Sementara
aku ada di gerbong hard sleep dengan tempat tidur. Dengan perasaan tidak
menentu, Aku memasuki kamar 3 seperti yang tertera di tiket. Sebelum aku masuk seorang gadis muda
berbicara kepadaku dengan bahasa China yang aku tidak mengerti artinya kemudian
dengan tidak bersemangat aku bilang English Please. Dia kaget dan mencoba
berkomunikasi kepada ku dengan bahasa Inggris yang terbatas, dia ingin merubah
tempat dengan ku. Dia berada di kamar 2. Tidak ada masalah buat aku, aku
bersedia bertukar tempat dengannya. Aku memasuki kamar 2 dan aku lihat di
tempat tidur paling bawah belum ada yang menempati. Dengan suasana hati yang
sedih aku mengambil posisi di sana dan langsung rebahan.
Aku
perhatikan dan dengarkan tingkah penumpang yang ada di gerbong ku. Aku tidak
mengerti mereka berbicara apa, logat mereka juga tidak sama dengan Bahasa
mandarin yang aku sering dengar 3 hari belakangan ini. Kalau aku perhatikan
bahasa mereka ada terdengar seperti bahasa Jerman, ada seperti bahasa Belanda.
Yang jelas asing ditelinga ku. Tiba-tiba seorang laki - laki menyapaku, buru-buru aku bilang English
please. Bahasa inggrisnya sangat bagus, terang saja ternayata dia seorang tour
guide dia bilang minta tolong aku untuk pindah tempat tidur di nomor 3 paling
atas. Mengingat si petugas di pintu kereta tadi juga keras aku juga berlaku
keras aku tidak mau pindah karena sebenarnya ini bukan kamar ku seorang gadis
yang minta bertukar tempat dengan ku. Aku masih bersikeras tidak mau pindah.
Suasana hati yang tidak nyaman membuat aku kehilangan respect social.
Aku kembali
membayangkan Mas Didit di gerbong non seat. Sedih berkecamuk di dalam hatiku.
Fikiran ku yang sedang melamun dan tidak tenang itu di ganggu lagi oleh petugas
kereta api yang tadi berada di di Pintu masuk gerbong 10. Dengan bahasa China
dan bahasa tubuhnya dia minta ku pindah karena ini bukan nomor kamar ku. Aku
bilang dengan bahasa inggris yang saat itu aku tidak peduli dia mengerti atau
tidak. Ini bukan kamar ku tapi seorang gadis yang meminta ku bertukar. Si petugas
sepertinya tidak mau dibantah dan tetap tegas dengan peraturan aku harus pindah
ke kamar ku sesuai dengan yang tertera di tiket. Aku malas berdebat, lagi pula
percuma aku ngomong panjang lebar dengan bahasa inggris tohh mereka tidak
mengerti. Aku pindah ke kamar sebelah dan aku harus menempati temoat tidur di
tingkat 3 karena tingakt 1 dan 2 sudah ada yang mengisi.
Aku naik ke
tempa tidur bagian atas, menyusun ransel ku dan merebahkan diri. Aku tidak bisa
focus. Aku khawatir dengan Mask u di sana.
Tidak terasa ternyata air mata ini jatuh juga, aku biarkan jatuh. Karena
saat itu perasaan ku benar-benar sedih. Aku yang bisa merebahkan diri di tempat
tidur ini, Mas Didit harus berdiri menahan pegal dan ngantuk disana. Ahhh
sedihhh sekali rasanya
Selagi otak
ku masih berfikir tentang Mas Didit tour guide yang tadi berbicara dengan ku
sekarang menegur ku. Ternyata kami berada dalam ruangan yang sama dan berada di
tempat tidur paling atas juga. Untuk info hard sleep penumpang mendapat tempat
tidur dalam 1 gerbong ada 10 ruangan, setiap ruangan ada 6 tempat tidur
masing-masing bertingakat 3 kanan dan kiri. Kami berkenalan, aku bilang asal
Negara ku dan dalam rangka apa aku kemari. Baru tau dari ceritanya ternyata
satu gerbong memperhatikan aku saat aku tidak bisa berbahsa China, awalnya mereka fikir aku
orang Sinjiang penduduk muslim di China. Saat aku bilang aku orang Indonesia
dia kaget. Obrolan kami bersambung dengan saling bertanya dan menceritakan.
Namanya adalah Jiang Dong spelling nya “ciang tung” dia membawa 45 pelancong
dari Salah 1 provinsi bagian Utara di China ke Shenzhen dan Hongkong. Aku
bercerita tentang aku dan Mas Didit yang berpisah gerbong. Dia menguatkanku
kalau Mas Didit pasti baik-baik saja. Dia laki-laki pasti kuat. Seperti ada
harapan baru dari omongannya, sedikit tenang perasaan ini. Tetap saja rasa khawatir tetap bersarang di
dada.
Tiba – tiba
lampu di ruangan dimatikan. Ternyata jam 10 lampu – lampu dikamar hard sleep
dimatikan untuk istirahat. Sepertinya Jiang Dong sudah tidur dan aku masih
tidak bisa tidur dengan fikiranku masih tentang Mas Didit. Waktu serasa lambat
sekali berjalan,setiap aku melihat waktu di jam tanganku waktu hanya berlalu 5
menit.
Pukul 11…..
Pukul 12….
Selamat
Tidur para penumpang…