Tuesday, March 25, 2014

Brother and Sister Backpacke to China - Beijing to Hongkong

- Part 6 -

Selasa, 18 Februari 2014
Tengah malam waktu terasa lambat berjalan. Mas Didit disana lagi ngapain yaa ? dapat tempat duduk atau nggak ya ? bisa tidur atau nggak ya ? terlalu banyak mikir dan ngeliat jam tangan akhirnya aku tertidur juga, kemudian terbangun dan terkaget kembali memikirkan Mas Didit. Dari tempat tidur tingkat 3 ini aku bisa melihat hujan berarti malam yang gelap sudah terganti pagi. Pandangan ku terus kearah luar jendela sampai aku sadari itu bukan hujan biasa itu salju. Aku melihat salju turun. Sayangnya kereta masih terus berjalan, aku tidak bisa turun hanya bisa memandang dari dalam gerbong.
Saat kereta berhenti aku buru – buru turun, berencana menuju gerbong 3. Aku berjalan terus menyusuri gerbong tetapi sampai di gerbong 7 pintu yang menghubungkan gerbong 6 tertutup. Aku berusaha keluar dari pintu masuk tetapi petugas tidak mengizinkanku keluar karena kereta akan berjalan 5 menit lagi. Harapan ku pun pupus untuk bertemu dengan Mas Didit. Jiang Dong menyapaku dan menawarkan buah tomat kepada ku. Aku tidak selera makan tetapi dia memaksa aku untuk mengambilnya. Mengahrgai orang baik aku mabil 1 buah danaku letakkan di mulut ku.Ternyata tomat ini enak dan segar seperti yang di bilang Jiang Dong.

Agar tidak bosan aku bertanya kepada Jiang Dong tentang bahasa pewisata yang dibawanya turut serta, dia bilang itu bukan bahasa Mandarin tapi bahasa daerah mereka sehari-hari. Ada dari mereka yang bahkan tidak tahu bahasa mandarin. Pantas terdengar seperti bahasa Jerman. Jiang Dong berusaha membuat ku mengalihkan fikiran ku dari Mas Didit, sebagai teman yang baik dia mengajakku mengobrol.
Saat kereta berhenti aku kembali mencoba ke gerbong 3 tempat Mas Didit. Saat aku keluar sepertinya petugas gerbong sudah tau aku akan kemana dan dia melarang ku sambil menunjuk kepada arlojinya. Aku mengerti kereta tidak berhenti lama. Aku tidak bisa kesana. Aku harus menunggu beberapa jam lagi

20 jam berlalu, aku siap-siap untuk turun. Mengemasi semua barangku. Sampai di depan gerbong aku memanjangkan leherku mencari Mas Didit, sempat khawatir aku tidak akan bertemu Mas Didit di tengah keramaian orang banyak ini. Tapi segera Mas Didit muncul dan membuat aku sangat lega. Mas Gapapa ?. Mas Didit menggeleng dan mengikuti perkaatan ku. : Gapapa Sekarang kita keluar cepat. Kita ke Hongkong” Aku terus memburu Mas Didit tentang keadaan dia selama di kereta, Mas Didit langsung menepis “nanti mas certain”
Shenzhen ke Hongkong, Welcome to Hongkong

Keluar dari stasiun kami sedikit bingung kemana arah Hongkong apakah kami harus keluar stasiun lagi ? naik MRT lagi atau kemana ? kegalauan ku selama pisah dengan Mas Didit buat aku tidak bisa berfikir. Kemudian aku melihat ada tulisan Hongkong dan tanda panah. Aku menunjukkan kepada Mas Didit, kami sepakat mengikuti tulisan itu. Ternyata kami berada di Lou Hu, Shenzhen. Berjalan sekitar 500 san meter dan masih berada di dalam gedung yang menghubungakan Shenzhen dengan Hongkong. Bertemu dengan imigrasi China dengan kata lain kami harus meninggalkan China terlebih dahulu. Setelah proses imigrasi selesai kami harus berjalan lagi mengikuti arah dan tanda-tanda menuju imigrasi Hongkong untuk masuk ke Hong Kong. Yuuppp Welcome To Hongkong.

Lepas dari imigrasi silahkan lagi ikuti jalan menuju MRT kali ini Lou Hu di Shenzhen menjadi Lo Wu di Hongkong. Kami langsung naik MRT naik line biru menuju Tsim Sha Tsui (TST). Perjalanan kurang lebih sekitar 40 menit menuju TST. Setelah sampai kami langsung melihat Exit direction. Cukup mudah begitu kita keluar MRT kita akan di suguhkan dengan tanda-tanda Exit dan mau dari pintu berapa kita akan keluar sudah sangat jelas. Kami akan menuju Nathan Road kami harus keluar dari exit N. Berjalan menuju exit keluar cukup jauh. Salut juga liat orang-orang di Hongkong, untuk ke transportasi massa seperti MTR mereka berjalan beratus-ratus meter tetapi tidak ada yang berjalan pelan, semua nya berjalan cepat dan kelihatan sibuk.

Keluar melalui exit N kami sampai di Nathan Road, kami belum memiliki tempat untuk menginap. Aku tidak tega melihat Mas Didit, kami butuh tempat istirahat, kami berjalan beberapa blok. Alamat hotel yang sudah kami catat tidak kami temukan. Akhirnya kami putusakan untuk mencari hotel disekitar saja Menyusuri jalan-jalan di Hongkong, sambil melirik penginapan yang ada disekitar kami. Kami temukan Bangunan yang diatasnya bertuliskan Majestik Guesthouse. Berada di 80 Nathan Road TST Kowloon, Hongkong. Alhamdulillah. Kami masuk ke dalam dan kami bingung bagaimana mencari resepsionist tidak ada yang menjaga. Selagi kami berfikir masuk seorang Ibu, kami langsung bertanya tentang hotel dengan bahasa Inggris. Horeee Ibu ini bisa berbahasa Inggris. Dia mengantar kami ke lantai 7 dan menghubungkan kami dengan pemiliknya sepasang suami istri yang sudah berumur
Ternyata disetiap lantai dari gedung ini memiliki penginapan dan setiap lantai memiliki manajement berbeda. Harga kamar disini cukup Wow harganya untuk satu malam kami harganya $HK 550 saat itu kurs 1 $HK = Rp 1.750. Kami sudah kelelahan terutama Mas Didit, belum tau juga Hongkong bagaimana akhirnya kami sepakat untuk menginap di hotel mahal itu. Di Hongkong tidak perlu meninggalkan deposit bisa langsung masuk, dan kita dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Setelah membereskan administrasi kami masuk ke kamar. Cukup nyaman dengan double bed dan kamar mandi didalam dan sinyal wifi yang super kenceng.
Kami belum mengisi perut kami, meletakkan barang-barang kami keluar lagi mencari makan malam disekitar hotel. Ragu-ragu makan disini, kami memilih makanan timur tengah yang berlebelkan halal. Aku pesan salad dan mas Didit nasi ikan. Cukup untuk mengenyangkan perut kami. Kami sempat berjalan disekitar tempat kami menginap. Dimana-mana toko branded, betul – betul surganya belanja buat orang yang bawa duit banyak bukan buat backpacker seperti kami. Kelelahan memaksa kami untuk segera balik ke hotel dan beristirahat.

Dikamar hotel kami berdiskusi untuk besok pindah dari hotel ini dan mencari hotel yang lebih murah. Memanfaatkan jaringan wifi kami memesan hotel via online untuk 1 malam di Hongkong dan 1 malam di Shenzhen. Mencari rute akan kemana besok dan setelah itu beristirahat meluruskan badan dan semoga mimpi indah

Wednesday, March 19, 2014

Brother and Sister Backpack To China - Great Wall and Forbidden City

- Part 5 -

Senin, 17 Februari 2014

Great Wall atau Cang Ceng

Ini saat yang di tunggu-tunggu go to the Great Wall. Pagi itu kami berangkat pagi – pagi sekali sekitar pukul 7 lebih bergerak dari hotel dan langsung check out, ga lupa kami mengambil deposit kami ¥ 60 yang berikan saat check in. Sebelumnya kami mecari restoran warga Shinjiang , pesannay 3 burger, 1 mie, dan 1 nasi, cukup untuk bekal kami makan di kereta. Karena kami berada di Negara orang harus mengikuti peraturan menyebrang ditempat yang disediakan dan menyetob bus di tempat yang disediakan juga, karena kalau sembarangan bus nya ga mau berenti.  Kami harus kembali ke tempat yang sudah kami lewati tadi karena pemberhentian bus cuma ada di situ yang paling dekat. lumayan jauh jalannya pagi-pagi begini itung – itung olah raga
 
Dipemberhetian bus kami mencari arah yang menuju Beijing North Railway stasiun, lupa bus nya nomor berapa tapi silahkan liat di papan-papan halte yang menunjukkan tujuan – tujuan dan nomor bus nya. Sampai Beijing North Railway Stasiun, nah dari situ cari aja penjualan tiket di lantai 1 untuk ke Badailing kode nya ‘S’ harga tiket Cuma nya ¥ 6.  Kami akan berangkat pukul 09.00, kereta menuju Badailing tidak memiliki nomor seat jadi siapa cepat dia dapat. Sepertinya kami penumpang yang masuk ke gerbong terlebih dahulu aku, mas didit dan dani mengambil posisi duduk di bagian depan. Kereta api nya sangat nyaman, bersih dan lapang.

Perjalanan ke Baidaling kurang lebih 1 jam, selama 1 jam itu kami menikmati sarapan pagi kami dengan burger, sepotong burger di China walaupun ukurannya kecil dan isinya hanya telur mata sapi cukup membuat ku kenyang, sepertinya bahan rotinya memang mengenyangkan ku. Mie yang telah aku beli aku tunda dulu makannya karena aku sudah kekenyangan. Sebelum kereta berhenti aku sudah dapat melihat jejeran tembok besar China yang luar biasa. Ga sabar pengen nginjekin kaki disana, sebagai salah 1 keajaiban dunia yang di lindungi UNESCO

 Sampai juga, masih belum gerbang temboknya ternyata, kami harus berjalan mengikuti penumpang yang lain menuju Gerbang Great wall. Lagi – lagi jalan kaki, kali ini kaki ku benar-beanr sudah lecet. Daging diatas tumit ku sudah berdarah. Ga kuaaatttt. Aku butuh sepatu baru yang nyaman dan melindungi. Setelah membeli tiket ¥ 45 untuk umum dan ¥ 25 untuk Mahasiswa memasuki gerbang Great Wall tapi sebelum masuk aku berhenti di salah satu toko yang aku liat menjual sepatu, aku harus beli sepatu, aku pilih sepadang sepatu boat harganya ¥ 80. Taraaaaa….. sepatu boat baru sudah berada di kaki ku. Mudah-mudahan sepatu boat ini nyaman untuk berjalan
 
Sepertinya musim dingin di sini benar-benar meguji ku. Aku harus tetap bergerak agar udara dingin tidak menggangguku. Setelah memasuki gerbang great wall. Mas Didit yang paling semangat dengan ransel di pundak dia terus mendahului kami sampai di puncak teratas, sementara aku ngos – ngosan ga sanggup menegejar mas Didit. Sangkin capek nya tenggorokan ku kering dan sepertinya tidak ada yang bisa aku telan termasuk ludah ku sendiri. Udara dingin sepertinya berperan sangat besar dengan kelelahan ku saat ini. Aku melihat Mas Didit sudah sampai di tembok paling puncak sementara aku masih setengahnya berjalan kesana. Dari tangga ke tangga yang semakin menaik ke atas benar-benar menguji mental ku. Tentunya aku ga mau kalah, aku ga mau bertahan di bawah sini. Aku juga harus naik. Dengan pelan tapi pasti aku pacu semangatku dan akhirnya berada di sebelah Mas Didit menyaksikan dari atas keagungan tembok besar China. Luar biasa.  Ya Allah terima kasih atas anugrah dan kesempatan yang telah engkau berikan kepada ku saat ini.

Setelah sampai puncak aku melihat ke bawah ke arah jalan yang aku lewati tadi dan aku harus melewatinya lagi kali ini posisi nya jalan turun. Jauh sekali… aku membulatkan tekatku jangan fikirin capek dulu sekarang yang penting nikmati apa yang dirasakan sekarang. Setelah cukup puas memandang tembok besar Cina dan pemandangan sekitarnya dari atas, Mas Didit dan Dani menuruni Great wall. Lagi – lagi Mas Didit yang duluan turun, aku minta dia sabar menunggu karena aku benar-benar kelelahan saat itu
 
Cukup menikmati Great Wall kami memutuskan untuk balik ke Beijing, karena kami masih punya waktu untuk menikmati Forbidden City atau Tian Anmen

 

Forbidden City / Tian Anmen
Dari Beijing North Railway stasiun kami ke Forbidden City kami naik MRT line 4 menuju GongYixiqiao benrenti di Xidan tukar line 1  menuju Tuqiao hanya 1 aja kali berenti di Tian Anmen. Arah keluar di Forbidden City dan ikuti jalan sampai pintu masuk TianAnmen. Silahkan diliat arah pintu Exit nya sudah sangat jelas disana. Keluar stasiun terus aja jalan, sebelah disebelah kiri aka nada pintu masuk, sebelum masuk beli tiket dulu ¥ 3 per orang ga. Kalau mau masuk ke Forbidden City nya harus bayar lagi ¥ 60 lagi. Ga sempat masuk kesana Karena udah sore, pintu masuknya udah tutup. Batal ngeliat peninggalan kerajaan Ming dan Qing.
 
Kekecewaan ku di terbalas dengan indahnya taman taman di Tian Anmen ini, dari taman ini aku sudah bisa membayangkan bagaimana suasana di dalam (cieee menghibur diri karena udah tutup tiket counternya tuk masuk ke TianAnmen). Ada banyak pohon yang berumur ratusan tahun disini dan sangat terawatt, ada sungai yang sedang membeku, kursi taman untuk beristirahat untuk, menikmati Suasana taman, ada beberapa jonglo juga disana. Jangan lupa untuk berfoto di Patung Bapak Negara China Sun Yat Sen disana ya. Walaupun dingin menusuk sekali tapi aku suka dengan suasana taman disini, bisa dibayangin kalau aku datang pada saat musin semi pasti hijau ini semakin menghijau. Saat ini banyak pohon-pohon yang tanpa daun karena musin dingin

Lapangan Tian Anmen
Nah cukup beristirahat dan menikmati Susana taman yang terawat waktu nya untuk berpindah ke tempat lain, tapi Aku, Mas Didit dan Dani terpancing oleh keramaian di seberang sana. Di seberang Forbidden City terdapat sebuah lapangan yang luas dan besar dengan tiang-tiang dan iklan video billboard yang berwarna warni sangat menarik untuk dilihat, tapi bagaimana caranya bisa kesana ya ???
 
Tidak boleh menyebrang sembarangan karena disana tidak ada jembatan penyembrangan maupun Zebra Cross jika kami akan menyebrang harus melalui tangga bawah tanah ke arah stasiun MRT Tian Anmen. Ada tangga bawah tanah yang menghubungkan sisi Forbidden City dengan Lapangan di seberang sana. Lumayanlah jalannya, apalagi buat aku yang dari pagi sampai sore sudah jalan kira-kira 10 km cukup jauh. Kaki ku serasa pegel-pegal semua. Tapi mumpung di Beijing harus bisa menikmati suasana yang ada, masalah capek dan pegal lupain dulu
 
Berjalan melewati tangga bawah tanah kami sampai juga ke seberang. Kedatangan kami langsung disambut oleh penyedia jasa foto 5 menit jadi. Awalnya aku tidak peduli, dengan kamera yang aku bawa aku foto-foto juga, ehh ternyata Dani berminat berfoto. Buat kenang-kenangan ¥ 10 untuk 1 lembar foto langsung jadi, tentu saja kita boleh berfoto berkali-kali sampai hasil foto memuaskan tetapi tetap saja 1 lembar ¥ 10.
 
Dari lapangan ini kita bisa melihat diseberang sana Forbidden City dan terpampang dengan jelas Foto Bapak Negara Chian Sun Yat Sen. Lagi membayangkan kalau bawa layangan disini…. Hehehehhe. Lapangan ini makin sore malah makin rame, aku heran ada banyak orang yang mengelilingi tiang bendera ada apa ya ? Mau ga mau aku, Mas Didit dan Dani tertarik juga untuk bergabung dengan mereka. Orang-orang mengelilingi tiang bendera dimana ada beberapa orang berseragam aku rasa tentara yang berdiri dengan posisi siap disana, diam dan tidak bergerak. Kami bertiga bertanya-tanya ada apa ya kenapa ramai-ramai begini. Awalnya aku menebak mereka mau latihan fire rescue tapi mana mungkin di lapangan besar begini ada kebakaran. Terus bertanya-tanya tapi penasaran, mau melanjutkan perjalanan, nangung dan penasaran ada apa rame-rame begini, Kalau diem aja Cuma liat-liat waktu terus berjalan sementara sudah mulai gelap. Ya sudah lahh menuntaskan penasaran dengan apa yang akan terjadi kita bertiga ikutan nonton dan ikut dalam kerumunan aja
 
Sudah hampir 1 jam kami menunggu tapi, kami masih ga tau apa yang akan terjadi sampai kami menebak sepertinya ini adalah upacara untuk penurunan Bendera China. Tepat pukul 06.00 waktu Beijing hanya dengan waktu 5 menit saja rasa penasaran kami terjawab.  Menunggu hampir 1 jam dan berdiri di tengah dinginnya cuaca benar saja upacara penurunan bendera China dan berlangsung cuma 5 menit. Titik.

Begitu kami tau dan sudah selesai, kami langsung bubar dan menuju MRT tentunya melalui tangga bawah tanah. Tujuan berikutnya adalah ke Beijing Railways station. Dari TianAnmen ke Beijing Railway Station line 1 ke arah Tuqiao berenti di Jiang guomen dan pindah ke line 2 ke arah Beijing Railway station. Akhirnya kami sampai di Beijing Raiways statsiun aku buru-buru ke counter tiket karena di perjalanan kami sepakat untuk menukar hard seat menjadi hard sleep. Aku balik lagi ke counter dan mencari counter yang melayani dalam Bahasa Inggris. Hanya ada 1 hard sleep seharga ¥434,50. Kami sepakat untuk menukar walaupun Cuma 1 yang tersisa. Otak ku masih berfikir keras bagaimana caranya agar kami 1 gerbong karena hard seat dan hard sleep berbeda gerbong. Aku akan pura-pura sakit saja.

Waktunya berpisah dengan tour guide kami, mahasiswa Indonesia yang telah setia menamani kami selama 2 hari keliling Beijing dan Tianjin dan beradu keras denga orang-orang China. Terima kasih Dani. Next trip jadi member backpacker sister n brother yaa…  Sampai jumpa di Indonesia tanah air tercinta dan Kota kita paling keren sedunia yaitu Kota Medan tercinta.

Setelah salam-salaman dengan Dani kami pun masuk keruang tunggu. Jangan buru-buru nyimpen passport dulu yaa, karena sebelum masuk pertugas akan memeriksa tiket dan identitas kita, trus sebelum masuk keruang tunggu akan ada X-Tray yang meriksa barang-barang kita kayak mau boarding ke pesawat gitu dehhh.
 
Suasana ruang tunggu sangat padat, terlintas lagi dalam fikiranku kalau aku dan Mas Didit di gerbong yang berbeda, bagaiman bisa bersama ya ? kalau ngeliat situasi penumpang sebanyak ini Mas Didit bakal ga duduk selama 20 jam, ya Ampuun seram membayangkan gimana lelahnya Mas Didit. Waktu boarding sudah tiba. Aku segera menukar tiket ku dengan tiket Mas Didit, aku bakal acting kalau aku sedang sakit dan aku butuh ditemani sama Mas ku di dalam 1 gerbong. Itu rencana ku.
 
Lepas dari pintu boarding aku langsung menuju gerbong 10 dan mulai berakting. Aku mulai berbicara dengan petugas yang menjaga pintu gerbong tentunya bahasa inggris dan kemampuan bahasa tubuh agar dia mengeri, aku buat muka ku sememelas mungkin. Dan aku bilang kalau aku sedang sakit, aku berada di hard seat boleh kan aku masuk bersama Mas ku di hard sleep. Sepertinya dia mengerti apa yang aku bicarakan   Walaupun dia tidak menjawab dengan bahasa China tapi dengan tegas dia bilang tidak bisa.
 
Aku coba lagi tidak mau menyerah begitu saja. Ehhh dia malah mengambil tiket ku diberikan ke Mas Didit dan mengambiil tiket mas Didit dan diberikan kepadaku. Yahhhh solusi tepat tapi sangat ga enak di terima. Muka memelas ku ga laku. Harus berada di tempat masing-masing. Mas Didit menyerahkan ranselnya kepada ku. Kami membagi makanan kami menjadi dua. Padahal sudah membayangkan dengan makanan yang banyak ini aku bakal menikmati berdua di perjalanan menuju Shenzhen. “ Ya udah gapapa, paling Mas juga nanti duduk hati-hati disana sampe ketemu besok sore ya dek“ Hiksss aku langsung sedih aku pandangi Mas Didit menuju gerbong3 dan aku pun segera masuk ke gerbong 10.
 
Sebenarnya aku sangat sedih pisah dari Mas Didit, masih terbayang oleh ku Mas Didit akan berdiri selama 20 jam perjalanan. Duhh pasti Mas Didit capek sekali. Sementara aku ada di gerbong hard sleep dengan tempat tidur. Dengan perasaan tidak menentu, Aku memasuki kamar 3 seperti yang tertera di  tiket. Sebelum aku masuk seorang gadis muda berbicara kepadaku dengan bahasa China yang aku tidak mengerti artinya kemudian dengan tidak bersemangat aku bilang English Please. Dia kaget dan mencoba berkomunikasi kepada ku dengan bahasa Inggris yang terbatas, dia ingin merubah tempat dengan ku. Dia berada di kamar 2. Tidak ada masalah buat aku, aku bersedia bertukar tempat dengannya. Aku memasuki kamar 2 dan aku lihat di tempat tidur paling bawah belum ada yang menempati. Dengan suasana hati yang sedih aku mengambil posisi di sana dan langsung rebahan.
 
Aku perhatikan dan dengarkan tingkah penumpang yang ada di gerbong ku. Aku tidak mengerti mereka berbicara apa, logat mereka juga tidak sama dengan Bahasa mandarin yang aku sering dengar 3 hari belakangan ini. Kalau aku perhatikan bahasa mereka ada terdengar seperti bahasa Jerman, ada seperti bahasa Belanda. Yang jelas asing ditelinga ku. Tiba-tiba seorang laki -  laki menyapaku, buru-buru aku bilang English please. Bahasa inggrisnya sangat bagus, terang saja ternayata dia seorang tour guide dia bilang minta tolong aku untuk pindah tempat tidur di nomor 3 paling atas. Mengingat si petugas di pintu kereta tadi juga keras aku juga berlaku keras aku tidak mau pindah karena sebenarnya ini bukan kamar ku seorang gadis yang minta bertukar tempat dengan ku. Aku masih bersikeras tidak mau pindah. Suasana hati yang tidak nyaman membuat aku kehilangan respect social.
 
Aku kembali membayangkan Mas Didit di gerbong non seat. Sedih berkecamuk di dalam hatiku. Fikiran ku yang sedang melamun dan tidak tenang itu di ganggu lagi oleh petugas kereta api yang tadi berada di di Pintu masuk gerbong 10. Dengan bahasa China dan bahasa tubuhnya dia minta ku pindah karena ini bukan nomor kamar ku. Aku bilang dengan bahasa inggris yang saat itu aku tidak peduli dia mengerti atau tidak. Ini bukan kamar ku tapi seorang gadis yang meminta ku bertukar. Si petugas sepertinya tidak mau dibantah dan tetap tegas dengan peraturan aku harus pindah ke kamar ku sesuai dengan yang tertera di tiket. Aku malas berdebat, lagi pula percuma aku ngomong panjang lebar dengan bahasa inggris tohh mereka tidak mengerti. Aku pindah ke kamar sebelah dan aku harus menempati temoat tidur di tingkat 3 karena tingakt 1 dan 2 sudah ada yang mengisi.
 
Aku naik ke tempa tidur bagian atas, menyusun ransel ku dan merebahkan diri. Aku tidak bisa focus. Aku khawatir dengan Mask u di sana.  Tidak terasa ternyata air mata ini jatuh juga, aku biarkan jatuh. Karena saat itu perasaan ku benar-benar sedih. Aku yang bisa merebahkan diri di tempat tidur ini, Mas Didit harus berdiri menahan pegal dan ngantuk disana. Ahhh sedihhh sekali rasanya
 
Selagi otak ku masih berfikir tentang Mas Didit tour guide yang tadi berbicara dengan ku sekarang menegur ku. Ternyata kami berada dalam ruangan yang sama dan berada di tempat tidur paling atas juga. Untuk info hard sleep penumpang mendapat tempat tidur dalam 1 gerbong ada 10 ruangan, setiap ruangan ada 6 tempat tidur masing-masing bertingakat 3 kanan dan kiri. Kami berkenalan, aku bilang asal Negara ku dan dalam rangka apa aku kemari. Baru tau dari ceritanya ternyata satu gerbong memperhatikan aku saat aku tidak bisa  berbahsa China, awalnya mereka fikir aku orang Sinjiang penduduk muslim di China. Saat aku bilang aku orang Indonesia dia kaget. Obrolan kami bersambung dengan saling bertanya dan menceritakan. Namanya adalah Jiang Dong spelling nya “ciang tung” dia membawa 45 pelancong dari Salah 1 provinsi bagian Utara di China ke Shenzhen dan Hongkong. Aku bercerita tentang aku dan Mas Didit yang berpisah gerbong. Dia menguatkanku kalau Mas Didit pasti baik-baik saja. Dia laki-laki pasti kuat. Seperti ada harapan baru dari omongannya, sedikit tenang perasaan ini.   Tetap saja rasa khawatir tetap bersarang di dada.
 
Tiba – tiba lampu di ruangan dimatikan. Ternyata jam 10 lampu – lampu dikamar hard sleep dimatikan untuk istirahat. Sepertinya Jiang Dong sudah tidur dan aku masih tidak bisa tidur dengan fikiranku masih tentang Mas Didit. Waktu serasa lambat sekali berjalan,setiap aku melihat waktu di jam tanganku waktu hanya berlalu 5 menit.
Pukul 11…..
Pukul 12….
Selamat Tidur para penumpang…


Saturday, March 15, 2014

Brother and Sister Backpack To China - One Day in Beijing

- Part 4 - 

Minggu, 16 Februari 2014

Beijing ke Tianjin
Rencana kami untuk hari ini adalah Beijing. Tadi malam sebelum tidur kami berencana akan berangkat pukul 6 pagi, tapi ternyata pukul 8 pagi kami baru menuju Beijing, dengan menggunakan bus ke Tianjin RailWay Stasiun diteruskan naik kereta Cepat menuju Cang Ceng  atau Great Wall dengan tiket ¥ 54,50 untuk 1 orang. Perjalanan Tianjin – Beinjing ditempuh dengan jarak kurang lebih 1 jam. Kereta apinya bersih dan lapang nyaman sekali rasanya. Perjalanan kami ini ditemani Dani mahasiswa Indonesia yang lagi belajar disana

Sampai Di Beijing hal yang kami lakukan adalah membeli tiket buat besok malam untuk balik ke Shenzhen. Pesan 2 tiket untuk aku dan Mas Didit tapi sudah tidak ada lagi Hard Seat jadi kami dapatnya nonseat, berarti selama perjalanan ke Shenzhen kami ga punya tempat duduk per orang harga tiketnya ¥ 254,50, membayangkan tidak duduk selama 20 jam. Nanti dulu bayang-bayanginnya sekarang yang penting nikmati Beijing dulu. Tiket selesai dipesan kami nyari tempat makan di Beijing lagi – lagi restoran muslim warga XinJiang yang ada di stasiun kereta api. Suka banget makan disini sesuai dengan selera. Keluar dari stasiun kami naik MRT diteruskan dengan bus menuju Hotel yang akan menjadi tempat menginap kami malam ini.  Meletakkan ransel-ransel dulu biar jalan-jalannya nyaman. Lumayan juga jalannya kaki ku sudah lecet kebanyakan jalan. Hiksss perih sekali rasanya.

Sampai di hotel yang kata Dani murah karena dekat dengan kampus, kami belum pesan hotel, melalui Dani yang sudah mulai bisa berbahasa mandarin membantu kami untuk memesan hotel dan ternyata sodara - sodaraa..... Petugas hotel tidak tahu sama sekali bahasa Inggris. Ternyata si resepsionist bertanya macam-macam dengan bahasa mandarin yang terlalu cepat dan buat Si Dani juga harus mencerna pelan-pelan. Dia tanya dari mana, berapa kamar, mana visa nya, mana passport nya, Republik itu apa, Kenapa ke dua passport ku dan mas Didit berbeda dengan passport Dani. Aihhhhh stress aku ngadepin nya. Dengan pelan-pelan dan aku yakin agak stress juga si Dani, sambil berfikir memilih kosa kata yang pas untuk menjelaskan kalau kami ke Beijing dalam rangka jalan-jalan, kalau Dani adalah mahasiswa, Republik itu bentuk Negara, Dani menunjukkan visa China kami, dan kenapa pasport berbeda karena pasport ku dan mas Didit ada sampulnya Dani tidak ada sampulnya. Masih aja si petugas hotel itu ga percaya. Ya ampuuuun seandainya tidak ada Dani aku pasti akan cari hotel yang berstandart internasional yang petugasnya bisa bahasa Inggris, kalau begini bisa – bisa aku marah dia marah tapi ga ngerti kalo kami sedang sama-sama marah. Fiuhhhhh

Dengan perdebatan yang lumayan lama dan komunikasi yang terbatas, akhirnya proses pemesanan kami selesai. 2 kamar, 1 kamar untuk mas Didit dan Dani, 1 kamar lagi untuk ku. Kamar nya luas dan lengkap, nyaman dengan harga per kamar ¥ 160. Untuk menginap di hotel itu kita harus meletakkan deposit disana, yang bisa diambil saat kita sudah check out. Untuk deposit kami per kamar ¥ 30. Begitu senang rasanya bis terbebas dari petugas hotel yang buat emosi ku naik tapi ga bisa berbuat apa-apa. Begitu sampai dikamar. Sudah waktu zuhur, sholat dan meletakkan barang-barang yang kami bawa... Haahahah seakan-akan banyak yaa ? Padahal cuma 2 ransel. 
Dani tersadar pasportnya ga ada sama dia, digeledah seluruh isi kantong tapi ga nemu, mas didit membongkar tas nya ga nemu juga, aku juga membongkar isi tas ku sampe dalem - dalem nya siapa tau terikut sama passport ku. Masih tidak ada juga, aku minta Dani mengecek ke petugas hotel siapa tau ketinggalan disana, benar saja memang ketinggalan di resepsionist. Alhamdulillah. Buat orang-orang yang berpergian ke luar negeri passport ibarat nyawa yang harus dijaga sama seperti menjaga diri kita sendiri.

Baiklah waktunya memulai perjalanan di Beijing, tujuan kami hari ini adalah ke Great Wall. Setelah sampai di Beijing Railway stasiun kami bingung nanya ke siapa. Awal nya kami mau menggunakan penyewaan mobil untuk kesana dan pemilik mobil menawarkan kami ¥500. Wahhh muahal sekalee. Karena melihat waktu juga sudah menjelang sore. Kayaknya ke great wall  kita tunda sampai besok, dan hari ini kita mau ke Beijing Zoo. Asik liat Panda, Semangat 45 aku mengikuti mas Didit dan Dani.


Beijing Zoo
Naik MRT menuju Beijing Zoo, ongkosnya ¥2 per orang. Di Beijing jauh dekat naik MRT ¥2. Awalnya agak bingung gimana ngeliat alur nya. Setelah lama bolak-balik baik MRT akhirnya tau liat aja tujuan akhir dari MRT tersebut itu lah tujuan MRT kalau sudah paham akan lebih mudah untuk pindah-pindah jalur.

Panda di Beijing Zoo
Sampai juga di Kebun Binatang Beijing, perorangnya ¥ 45. Tempat yang pertama aku tuju adalah tempat Panda dan harus bayar lagi ¥5 untuk masuk sana. Gapapa yang penting ngleliat Panda. Bener-bener seneng bisa liat Panda secara langsung. Si Panda kalau udah makan duduk kayak orang kekenyangan di ganggu pun ga respon lagi anteng ga peduli dengan keadaan sekitar. Banyak barang-barang yang bergambar Panda mulai dari mainan kunci, baju, segala macam yang buat aku pengen beli semuanya tapi Mas Didit selalu melotot kalau udah dekat-dekat sama semua yang berhubungan dengan Panda terus bilang ke aku “ kumpulin duit banyak-banyak terus datang kemari khusus buat beli semua panda-panda itu” Dan akhirnya aku manyun tanpa respon. kecewa-kecewa ga berdaya kayak si Panda abis makan kekenyangan. Tahan selera 

Sebenarnya kalau mau diikuti hati pengen ngeliat Panda terus ga mau keluar dari Zona khusus Panda itu tapi Beijing Zoo ini belum kami kelilingi semua. Dan ternyata banyak Binatang di Beijing Zoo yang hanya aku lihat melalui televisi saja, sekarang aku bisa liat langsung. Ada beruang kutup, serigala, gorilla, banyak lagi. Disini juga ada sungai yang beku mungkin saat ini suhu nya di bawah nol derajat kali yaa sehingga sungai aja bisa beku, ada sisa-sisa salju yang masih lembut. Kebun binatangnya sangat luas sekali lumayan juga kaki ini dibuat jalan kaki, bersih dan tidak bau. Bener-benar dapat pengalaman yang berbeda berada di kebun binatang ini

Setelah puas melihat Panda, sebenarnya belum puas sihh. Kalau mau jujur aku malah pengen bawa si Panda ke kamar ku di rumah. hahahahah berlebihan sekaleee yaaakkkk. 
Waktunya ke tempat lain di Beijing. Mau liat pasar tradisional dulu nihhh, siapa tau bisa memburu aksesoris Panda lagi. Upsss pasti Mas Didit tidak setuju. Baiklah kami menyusuri pasar tradisional di Beijing, segala macam dijual tapi sayang kenapa aku tidak berminat yaaa. Berhubung aku sudah kelaparan kami bertiga pun mencari tempat makan tentunya restoran Muslim warga Sin Jiang. Dan pilihan ku lagi – lagi mie. Disini mie nya buat kenyang jadi cukuplah buat perut ku yang cepat kenyang dan cepat lapar ini.
Beijing Olympic Stadium
Setelah menyusuri pasar tujuan kami adalah Beijing Olympic Stadium. Saat perjalanan kesana kami harus kemabali menyusuri pasar tersebut. Kali ini ketemu teman nya Dani saudara 1 rumpun dari Malaysia yang magang di Beijing namanya Aisyah. Sekarang kami ber 4 berjalan menyusuri Beijing Olympic Stadium menikmati lampu-lampu yang cantik dan suasana yang dingin sekali Sepertinya saat itu Beijing berada di suhu 5 derajat atau malah kurang. Rasanya baju berlapis – lapis ku tidak berfungsi. 

Ada banyak pedagang yang menawarkan dagangannya. Hati-hati begitu mendekat dan nawar jangan sampe tidak beli, mereka akan marah besar kalau kita tidak peduli. tapi selagi tidak mengerti bahasa nya yaa biarin aja. hahahah. 


Setelah berkeliling dan hari juga sudah larut malam waktunya beristirahat kembali ke hotel. Thank’s to Aisyah sudah menemani kami yaaa. Ke hotel juga butuh perjuangan dengan berjalan berkilo-kilometer. oouuuwwww..... Kakiku sudah lecet. ga sabar pengen nyampe kamar dan merebahkan diri. 



Sampai ketemu besok